Sabtu, 12 Januari 2019

Tahun Kemarin Kamu Sudah Buat Apa?


Karena satu tahun adalah waktu yang panjang untuk dijalani,

Tapi singkat untuk dikenang.


.



.


          Satu tahun kemarin sudah buat apa saja? Sebuah pertanyaan sederhana yang jawabannya bisa jadi sepanjang jalan kenangan.

          Tahun kemarin saya mendapatkan sebuah posisi baru dipekerjaan. Tahun kemarin saya pergi ke tempat-tempat yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Tahun kemarin saya melakukan banyak hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Saya makan banyak makanan baru. Saya menonton banyak film. Saya membaca banyak buku. Dan salah satu Resolusi Tahun Baru saya untuk kembali menulis lagi berhasil dilakukan dipenghujung tahun. 5 cerita Oneshoot tapi cukup untuk membuka mata saya, bahwa menulis itu bukanlah wangsit yang turun dari langit, tapi perlahan membaik dengan dilatih.

          Tahun kemarin saya belajar banyak hal yang baru. Tahun kemarin saya merasakan apa itu depresi yang sebenarnya. Tahun kemarin saya nyaris mencoba apa yang orang lain sebut dengan bunuh diri. Tahun kemarin saya merasakan seperti apa rasanya memiliki mental yang rusak. Perasaan-perasaan baru yang sebelumnya belum pernah saya rasakan, atau mungkin sudah pernah, tapi saya terbiasa mengabaikannya. Tahun kemarin saya belajar bagaimana untuk berdamai dengan diri sendiri.

          Terasa lama untuk dijalani, tapi sebentar untuk diingat.

          Tahun kemarin saya, untuk pertama kalinya, mengajak Mamah jalan-jalan ke Yogya dengan uang yang saya cari sendiri. Modus memilih Yogya sebagai lokasinya adalah karena cita-cita sederhana ingin berdiri di tempat yang sama dengan Ueda Tatsuya. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Karena pada dasarnya memang tidak ada hari yang sempurna, banyak hal yang kurang hari itu. Tapi karena saya tetap tersenyum setiap kali mengingatnya, saya mengkategorikannya sebagai kenangan yang menyenangkan.

          Tahun kemarin saya mendapatkan tanggung jawab baru di pekerjaan. Sebuah posisi yang dulu hanya bisa saya kagumi. Dulu saya berpikir bahwa jalan saya masih sangat panjang untuk dapat duduk di posisi itu. Tapi sebuah tawaran datang di hari yang cerah. Saya masih tergolong baru. Saya buta mengenai banyak hal. Saya menganggap diri saya tidak sanggup dengan tanggung jawab yang ditawarkan. Tapi disaat yang bersamaan, saya dapat merasakan ada sebuah kegirangan yang nyata. Karena ternyata kepercayaan dan usaha saya selama ini tidaklah sia-sia. Dengan dalih “ingin mencoba’ saya bergerak maju. Sulit dan melelahkan seperti yang telah saya duga. Tapi entah kenapa saya tidak memiliki keinginan untuk menyerah sama sekali. Apa yang saya kerjakan sekarang adalah hal yang menyenangkan.

          Tahun kemarin saya depresi. Sebelumnya, saya selalu menganggap bahwa depresi adalah sesuatu yang kita buat sendiri. Karena kita terlalu cengeng, dan karena kita terlalu meratapi nasib. Intinya, dulu saya murni menganggap bahwa depresi adalah hal bodoh yang tidak mungkin terjadi dalam hidup saya. Tapi ternyata, Tuhan selalu tahu cara terbaik untuk mendidik saya. Tahun kemarin saya merasakannya sendiri. Tidak, depresi itu bukan seperti yang kalian tonton di film-film. Depresi itu bukannya kalian mogok makan atau menangis sepanjang malam. Depresi yang saya rasakan rasanya seperti sebagian jiwa saya telah menghilang.

          Tidak ada hal yang aneh. Saya tetap bekerja seperti biasa. Saya bercanda dan tertawa. Saya bahkan tetap bisa memberikan segelintir kata-kata penyemangat pada seorang sahabat yang saat itu dalam masalah. Tapi, dibalik itu semua, saya sangat sedih dan marah. Saat itu saya marah pada keadaan. Saat itu saya marah pada Tuhan. Walaupun hidup saya terlihat baik dan menyenangkan. Diam-diam saya berpikir untuk mati. Karena rasanya menyakitkan untuk hidup dan bernapas di dunia yang saya benci. Karena rasanya melelahkan untuk menangis dan tertawa di waktu yang bersamaan. Karena rasanya sedih sekali ketika saya yakin tidak akan ada orang yang mengerti seperti apa rasanya jadi saya.

          Seseorang yang bahkan terlalu jauh untuk saya sebut teman, bersedia mendengarkan hal-hal liar yang ada diotak saya. Dia mendengarkannya dengan sabar. Berkata dengan lembut walaupun saya belum pernah mendengar suaranya. Dia bilang bahwa saya sedang ‘menggugat Tuhan’. Dia bercerita bahwa dia pernah ada di posisi itu dan untuk pertama kalinya saya percaya bahwa dia mengerti sepenuhnya apa yang saya rasakan. Karena dia pernah ada diposisi itu.

          “Kamu terlalu berharga untuk patah.”

          Bertemu pun belum, tapi dia telah menganggap bahwa saya berharga. Sekarang pun saya tetap menangis jika mengingat kata-katanya saat itu.

          Tapi kamu harus tahu, lupa bahwa kamu pernah ingin mati adalah hal yang nyaris tidak mungkin. Tidak terhitung berapa kali saya berpikir untuk loncat ke jalan raya yang ramai, atau berapa kali saya berpikir untuk mencari racun serangga terdekat, atau seberapa sering saya berpikir untuk membeli cutter di minimarket terdekat. Saya tetap ingin mati walaupun saya sedang tersenyum dan tertawa.

          Waktu bergerak maju, tapi waktu itu saya memilih untuk mundur. Saya mengambil beberapa hari absen dari kehidupan untuk berdamai dengan diri saya sendiri. Juga untuk belajar berdamai dengan kehidupan. Berdamai dengan situasi. Berdamai dengan Tuhan. Kamu yang pernah ada di posisi saya pasti tahu bagaimana sulitnya untuk memulai kembali kehidupan. Tapi perasaan saat bangun di pagi hari dengan mental yang perlahan pulih adalah sensasi yang menakjubkan.

          Tahun kemarin saya juga merasakan jatuh cinta. Juga patah hati. Juga dicintai. Kehidupan selalu terasa lebih normal ketika diceritakan daripada dijalani.

          Tahun kemarin saya ingat betapa saya sangat merindukan seorang sahabat yang sekarang tak dekat lagi. Berdoa dalam hati semoga dia juga merindukan saya. Karena rasanya berbeda ketika dirinya ada disini dan tidak.

          Tahun kemarin saya bertegur sapa dengan teman lama. Membuat saya ingat bahwa masa-masa yang dulu terasa sangat berat untuk dijalani pada akhirnya akan menjadi cerita yang menyenangkan.

          Tahun kemarin saya mendapat teman-teman baru. Meraka yang cukup sial karena jalannya harus bersinggungan dengan makhluk apatis melankolis seperti saya. Mereka semua terlihat seperti berbagai jenis bunga dengan warna dan ukuran yang berbeda. Mereka memiliki sifat mereka sendiri tapi rasanya selalu menyenangkan untuk duduk bersama.

          Tahun kemarin saya juga menyakiti banyak orang. Saya berbohong dan lari. Saya mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya saya ucapkan. Tindakan-tindakan yang seharusnya tidak saya lakukan. Pendapat-pendapat yang tidak seharusnya saya utarakan. Bagaimana caranya untuk minta maaf pada banyak orang?

          “Jika kamu sedang membaca ini sekarang, aku ingin kamu tahu aku menyesal. Maaf ya.”

          Tahun kemarin ternyata saya mengalami banyak hal. Saya berharap dapat menyimpannya dalam hati selamanya. Karena semua itu adalah pengalaman berharga yang perlahan membentuk saya menjadi pribadi yang saya inginkan.

          2018 adalah tahun yang menyenangkan.

          Tahun ini mau buat apa?

          Resolusi Tahun Baru saya kali ini sederhana. Kembali produktif menulis, belajar banyak hal-hal baru dalam kehidupan. Bertemu dengan orang-orang hebat yang bahkan tidak pernah saya bayangkan. Tahun ini saya ingin mempersiapkan diri, untuk mewujudkan mimpi yang saya tahu tidak akan lama lagi.

          Rasanya sedikit menakutkan jika harus dibayangkan. Karena saya tahu hidup tidak pernah berjalan sesuai dengan apa yang saya harapkan. Tapi selama saya selalu berjalan, saya tahu perlahan saya akan mengerti. Menjadi dewasa dengan cara saya sendiri.

          Happy New Year 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar